Tungku Api di Bonaku "Mapiha", Berabu Nasi. Pangkalan Terminal Trans Nabire-Paniai Lahan Kuburan atau Pendapatan! Siapa yang Salah? - KERPOST

Breaking

Tungku Api di Bonaku "Mapiha", Berabu Nasi. Pangkalan Terminal Trans Nabire-Paniai Lahan Kuburan atau Pendapatan! Siapa yang Salah?

Penulis, Agus Kadepa | WN
Oleh Agus Kadepa

Artikel,KERITING POS | Sayang memang terlalu sayang. Bukan kata sayang yang dapat menyelesaikan mengenai persoalan judul di atas. benar tiada kata lain yang bernobat dan menjunjung, kita menikmatinya sergapan santunan yang berkelas.

Antek kerdil ini sangat terlalu sopan ditingkatan nilai tawar yang ujung-ujung menghilangkan nilai amana leluhur. Sungguh benar, beras dan pangkalan mobil menjadi paradona berakal manusia di tengah dugunya pembangunan. 

Sayang saja. Amara yang saking mengganaskanpun tidak ada tempat baginya apa lagi menuangkan suatu karya. Dia maju terus bersekongkolan dengan waktu bukan pada manusia. Hal ini menjadi catatan penting kenapa dan mengapa saya harus menuliskan dalam catatan harian saya. 

Mungkin bagi teman-teman lain yang tirbiasa dalam alam hidup ini anggap sepele saja dengan catatan ini. Namun bagi pribadi saya persoalan ini mengambil alih sepenuhnya atas hak hidup dan hak menentukan terhadap suatu kemajuan wilaya dan suku untuk menikamti kehidupan selayaknya sebagai prodak murni dari hasil karya dan pergumulan Doa.

1.1 Tungku api Rumah, Nasi bertahta. Tidak ada ruang untuk Dugi ( Ubi)

Bukan beras yang saya mau ulaskan dalam tulisan ini melainkan pengaruh misterius yang membolak-balikan gaya hidup manusia Mee dari yang sebenarnya. Sala-satu aspeknya ialah konsumsi beras.

Alih fungsi kebutuhan primer yang tadinya orang Mee hidup dari ubi (Dugi) lambat laun dugi menjadi makanan langka di beberapa kampung yang penulis kunjungi sala-satunya depan trans jalan Nabire-paniai, BONAKUNU Mapiha di Dogiyai.

Hal misterius di atas lahir ketika penulis amati di lapangan dengan cara mendekati satu per satu. Minurut survey dari 1450 penduduk yang di jumpei di Kampung Bonaku, 90% penduduk memilih nasi sebagai makanan pokok. Kesimpulan ini menjadi bahan pokok pikiran menuliskan dampak serius yang dialami masyarakat. Tentu kampung tersebut memiliki generasi hidup. Generasi-generasi tersebut memiliki daya tarik yang berbeda berikut ulasan singkat cerminan Gaya hidup masyarakat Bonakunu.

Generasi umur 50 ke atas, gaya hidupnya berbauh kehidupan primitif ( alamia), umur 40-50 masih pegang pada kehidupan alamia dan mencoba menggunakan bahan dan alat asing, umur 30-40 kehidupan alamia sebatas mendengarkan nasihat dan tidak melakukannya, memabanding-bandingkan pangaruh luar dan kehidupan alamia. Umur 20-30 kehidupan generasi sudah terpegaruh dengan pengaruh luar yang sangat serius dan memiliki potensi orang Mee mati sia-sia dengan gerakan pemberontak yang tidak terdidik. Pada umur-umur ini manusia Papua atau manusia Mee diperkirakan terjadi korban kenakalan yang sangat serius dengan berbagai tindakan anarkis. Sesuai data survey penulis 80% generasi mudah tidak sekolah secara efektif. Umur 0-20 atau zaman android ini memiliki kehidupan yang serba instant atau kehidupan sama sekali tidak dilandaskan pada amana leluhur. 

Umur seperti ini diarahkan benar-benar oleh perkembagan teknologi itu sendiri. Jadi kesimpulan dari umur android ini adalah umur tak membawa nama baik leluhur dan alam semesta orang Mee, MEREKA AKAN DIJADIKA N ORANG LAIN YANG DIMANIPULASIKAN OLEH SANG WAKTU DAN OLEH MANUSIA LAIN DI LUAR PAPUA.

Dari uraian emplisit ini menunjukan suatu keraguan yang mendalam (Nervousness Generation) yang meluap dalam amana Teknokrat yang memiliki rongga bahak-bahakan dimana akan disebut sebagai generasi penghibur hidup bagi orang dan dunia lain.

Reveleksi ini merujuk pada pelaku kehidupan dan pada pengambil kebijakan yakni pemerintah daerah untuk melindungi sengenap umat atau manusia pribumi. Untuk mengenalkan jati diri dan ideologi sebagai dasar terhadap suatu kehidupan. Tentunya program perlindungan ( identity protection program) dari berbagai aspek kehidupan yang diamanatkan oleh leluhur dan sang khalik di Wilayah yang kita huni.

1.2. Pangkalan Trans Nabire-Paniai, Lahan Kuburan ataukah lahan pendapatan?

Sebagai anak asli daerah Meepago. Saya juga ikut merasakan dan menikmati kondisi persimpangan yang terjadi pada kita. Persoalan ini bulan sebuah mimpi atau cerita fiksi lainnya sebatas hiburan baca namun soal yang serius dan menghilangkan daya sain di zaman adidaya ini. 

Topik pembahasan di atas mengantar kita bagaimana mengenal diri kita yang kurang lebih berlangsung menggenapi ekspansi pergerakan intimidasi dengan cara mematikan daya gerak dan mengambil alih harapan hidup orang Papua sehingga peluang hidup sempit di ranah mobilisasi massa dan materil. 

Mengapa trans nabire-Paniai sebagai lahan Kuburan? Wah pasti membaca pertanyaan ini sedikit membingunkan atau memunculkan pendapat lain. Tentu saja itu hak kita, namun penulis di sini memiliki ulasan singkat yang tentunya memperlihat bagaimana persoalan ini menentukan hidup orang Mee, khsusnya generasi muda. 

umur subur atau umur productif menjadi perhatian serius dalam pekerjaan ini sebagaimana membuangkan atau menyita waktu bersamaan dengan perkembagan umur atau manusia sebagai penjaga markas Mobil Trans atau bahasa harian disebut porter.

Bagian yang penting dari ini adalah pekerjaan porter dan pergerakannya. Tentu saja menghasilkan pendapatan hal-hal untuk sebuah kehidupan. Namun penempatan diri dan perannya dalam pekerjaan tersebut memiliki makna tersendiri kepada manusia yang menjalankannya. 

Untuk mengulaskan pekerjaan porter di atas penulis perna mengadakan suatu study khasus hanya sebatas catatan harian. Dalam study kesemua sampel memiliki alasan masing-masing untuk melakukan pekerjaan ini. Namun kesimpulan dari study khasus saya menyatakan hal yang sangat serius terjadi pada porter yakni pertama, pekerjaan tersebut dikategorikan pekerjaan yang instant dan menimbulkan ketergantungan yang serius. Kedua, pekerjaan tersebut menyita waktu saat umur produktif. Ketiga, pekerjaan tersebut mengarahkan dan menentukan cara berpikir dan tindakan fisik merugikan tubuh. Ke empat, terjadi kerugian fisik pada setiap indra ( indra pendengaran, penurunan kualitas ingatan, kualitas penglihatan, kualitas komunikasi, merusak otot dan tubuh). Kelima, intraksi dengan mereka sendiri atapun orang lain potensi menimbulkan konflik verbal dan nonverbal. Keenam, terjadi kecemburuan sosial dalam pekerjaan. Ketuju, potensi melakukan hubungan seks yang tidak teratur sehingga mudah terserang penyakit. Kedelapan, terjadi hubungan yang tidak sehat antara mereka. Ke sembilan, konsumsi barang-barang terlarang yang tentunya merugikan fisik mereka. Ke sembilan, sering terjadi komunikasi yang tidak diinginkan antara porter, penumpang, dan sopir dalam tawar-menawar harga. Kesepulu, potensi terjadi penipuan atau pembohongan dalam pelayanan. 

Di iyakan setiap orang melakukan sesuatu mengiginkan supaya ada nilai tambah dalam usahanya entah pekerjaan apapun termasuk pekerjaan porter. Namun dengan cara yang merugikan sendiri dan orang lain tentu tidak diinginkan oleh siapa saja termasuk Tuhan sendiri. Kita diciptakan untuk saling menghidupi dan mencintai di atas bumi ini.

Dengan mempertimbangkan beberapa point di atas maka nilai negatif serius terjadi di pekerjaan ini. sehingga dengan sendiri menyatakan potensi kematian manusia pada saat umur produktif sangat serius terjadi pada pekerjaan yang disebut sebagai porter.

Soal ini menjadi potret bahwa pemerintah gagal dididik dalam pengambilan ataupun penetapan kebijakan. Kita manusia Papua gagal dalam saling mencintai dan mengasihi sesama (kasih Papua tebal tidak Ada gunanya).

Indikasi ini memperlihatkan benar bahwa kasih yang kami bagun dan kasi yang diwar-tawarkan oleh politikus merupakan kasih lahan mayat. Mematika daya sain yang sehat. 

Saya mau menyatakan bahwa "kasih orang Papua bukan lagi kasih wasiat leluhur, kasih orang Papua membunu karakter anak Bangsa Papua".

Penulis adalah Pengembara Hutan Papua