Ilustraasi, Pemuda Mee dengan berbusana Adat. (Fhoto : PY) |
Oleh : Petrus Yatipai
Hiduplah seorang lelaki hitam Melanesia disebuah dusun yang terpencil. Seusai pendidikan Sekolah Dasar (SD), SMP dan SMA, anak mudah ini berpikir bahwa, dirinya siap menempuh Pendidikan lebih atas lagi. Sebab semangat yang dimilikinya lebih jauh melewati langit. Lelaki hitam ini, menjelajahi Gunung bahkan samudare demi mengejar cita-citanya yang telah lama terpendam dibenaknya itu. Setibanya ia di Kota, lelaki ini mendaftarkan diri disuatu Perguruan Tinggi atau disingkat (PT) yang banyak berbicara tetang aturan-aturan hidup manusia dan unsur nonbiotik lainnya. Ia diterima dan dinyatakan lulus tes. Dirinya mulai aktif kuliah berjalan lancar. Lelaki itu pun tak dikalahkan semangat yang dimilikinya. Dia orangnya tenang,pendiam dan lain sebagainya. Ia Sudah hidup lamanya memakan tahun ditempat studi itu. Sudahlah ia memasuki semester atas boleh dikata kelas senior status pendidikannya.
Kondisi kehidupan sosial, Sementara itu, Banyak persoalan sosial pun ia lewati dengan penuh ketenangan, sekali pun itu menyakitkan dirinya. Ia terus berdiri kokoh ditengah-tengah realita sosial hidup yang sangat pahit rasanya. Lelaki ini tak mudah kompromi pada kenyataan hidup apa pun itu tekanannya. Dirinya meyakini bahwa saya diciptakan sebagai khas atau keaslian tersendiri dibanding manusia-manusia lain selain dirinya. Itulah prinsip yang ia memiliki sejak kecil di Dusun. Sekali pun anak mudah itu berpisah dari Kampungnya, apa yang menjadi jati dirinya terus dirinya piarah dan berpegang teguh untuk membangun pondasi martabat bangsa untuk bersuara. Itulah tradisi rutin yang ia dimiliki.
Kondisi kehidupan sosial, Sementara itu, Banyak persoalan sosial pun ia lewati dengan penuh ketenangan, sekali pun itu menyakitkan dirinya. Ia terus berdiri kokoh ditengah-tengah realita sosial hidup yang sangat pahit rasanya. Lelaki ini tak mudah kompromi pada kenyataan hidup apa pun itu tekanannya. Dirinya meyakini bahwa saya diciptakan sebagai khas atau keaslian tersendiri dibanding manusia-manusia lain selain dirinya. Itulah prinsip yang ia memiliki sejak kecil di Dusun. Sekali pun anak mudah itu berpisah dari Kampungnya, apa yang menjadi jati dirinya terus dirinya piarah dan berpegang teguh untuk membangun pondasi martabat bangsa untuk bersuara. Itulah tradisi rutin yang ia dimiliki.
Sementara Perkulihan berjalan, Lelaki ini jatuh cinta dengan seorang gadis Melanesia. Terlihat, hubungan percintaan dan keintiman awal mereka selalu berputar aman seiring perputaran Bumi pada porosnya. Selalu banyak cerita yang mereka berdua ukir semasa berstudi dikota itu. Pahit manitnya pun dilalui bersama-sama sebagai “Dua hati satu CINTA”. Sementara perkulihan berlangsung, Sayangnya, Anak muda ini tersakiti oleh si buah hatinya, karena mendapat bencana “PENDUSTAAN”. Sedangkan, Pendustaan adalah unsur yang sangat tidak disukahi lelaki Melanesia itu. Disinilah, ia baru menyadari dan saatnya ia siap menanggung derasnya penyesalan pun tak pantas ia hapuskan dengan kemampuan kata-kata yang dimiliki anak mudah ini. Sungguh-sungguh dia terdusta dan terkalah diatas semua nasihat-nasihat cinta yang ia lambaikan kepada si buah hatinya itu. Buah hatinya telah sirnah dari pangkuan lelaki muda ini. Setelah kisah cinta mereka begitu terhanyut oleh pendustaan si buah hatinya, lelaki ini, cukup berdiam diri dan menyesali sambil alirkan air matanya pun memandikan tubuh yang fanah itu. Sementara air matanya mengalir, ia berkata dengan keterpaksaan hanya karena merasa tertipu, “didunia manakah, ade ko sedang menyimpan kata-kata nasihatku itu, sungguh ade ko jahat, sungguh ade ko pendusta. Mohon kembalikan nasihat-nasihatku itu, saya sakit, saya menyesal",katanya. Terlihat, tiada henti-hentinya, air mata pun terus memandikan dirinya.
Kalau disisi politiknya, Lelaki ini memiliki nilai nasionalisme yang sangat tinggi. Kadang lelaki ini menangis, bersedih hanya karena dalam kehidupan dinegerinya yang selalu berpihak, tingginya diskriminasi, diperbudak dan maraknya nilai kemanusiaan tak dihormati di Negerinya oleh kaum pemodal dan penguasa. Situasi selama pertengahan studi yang ia rasakan memang sangat parah. Lalu kemudian lelaki tersebut bersikap dan bertindak melawan penindasan diatas Ibu pertiwinya. Anak Hitam itu, mengambil sikap dan melawan sistem para penguasa dengan memediasi dan mengadvokasi persoalan realita sosial ditengah-tengah Bangsa Hitamya. Ia terus kokoh dan optimis merebut apa yg menjadi kerinduan Bangsa kaum lemah diujung Bumi bagian Timur itu. Banyak masalah yang sering menjerat pola pikir dirinya, namun ia merasakan itu bukan menjadi hambatan/halangan buat dirinya untuk berpatah semangat atau berputus asa. Lalu Kata dia, "hidup tak selamanya pahit, maka, bertahanlah dalam ruang kesesatan dan tetaplah berpikir optimis"
Cerpen ini menggambarkan duka cita kehidupan anak Mudah semasa proses pendidikan yang diwarnai beragam persoalan diatas Negerinya dimasa kini.